Pilihan Lensa Memotret Arsitektur dan Pemandangan
Bagi yang menyukai foto pemandangan dan suasana kota, pasti mengandalkan lensa zoom standar. Berikut beberapa rekomendasi kami.
Lensa-lensa tersebut memang ideal digunakan untuk tujuan pemotretan alam dan perkotaan, karena memiliki sudut lensa yang lebar dengan jarak zoom standar. Semakin lebar dan pendek jarak fokalnya, maka fotografer bisa memasukkan lebih banyak objek ke dalam bidiknya. Sementara, lensa ultra-wide dirasa kurang cocok karena tidak menjangkau fokal 50 milimiter atau lebih.
Jadi, jika Anda suka melakukan zooming saat memotret pemandangan, jangan memilih lensa ultra-wide. Fotografer alam naturalisasi lebih cocok menggunakan lensa ini.
Lensa Full-Frame Paling Pas
Hampir semua lensa yang diuji disini dipasangkan dengan kamera APS-C. Karena itu, jarak fokalnya juga memiliki crop factor. Karena itu kami merekomendasikan untuk menggunakan lensa full frame. Sebagai perbandingan, lensa 14-24 milimiter yang dipasangkan dengan kamera Nikon D800 akan serupa 21-32 milimiter dalam Nikon D7100.
Lensa Canon ini menjadi satu-satunya dalam pengujian yang memiliki sistem stabilisasi.
Lensa pertama yang kami uji adalah sigma 10-20mm dengan diafragma tetap f3,5. Lensa ini didesain untuk kamera dengan sensor APS-C agar menghasilkan gambar yang memiliki resolusi bagus dan fokus otomatis yang cepat. Motor ultrasonic (HSM) memastikan bahwa fokus bisa didapatkan secara cepat dan senyap. Diafragma tetapnya f3,5 tidak seerang lensa Tokina f2,8, namun untuk kebutuhan umum lensa ini dirasa cukup. Siapa saja yang membutuhkan diafragma maksimum, maka tokina 11-16mm menjadi alternatif yang bagus. Sedikit kekurangan, lensa Sigma ini memiliki distoris di sudut terlebarnya yang terlihat lebih kentara dibanding lensa lain.
Dengan harga sekitar Rp 4,5 juta, sejauh ini lensa ultera wide angle untuk kamera Canon APS-C menjadi yang termurah. Lensa ini cocok untuk semua fotografer amatir yang ingin bereksperimen dengan fotografi sudut lebar pertama kalinya. Yang mengagumkan adalah sistem stabilisasi gambar internalnya, feature yang mengungguli semua lawan-lawannya dalam pengujian ini. Walau kecerahanya kurang, namun dengan adanya sistem stabilisasi gambar ini akan lebih memudahkan, terutama saat memotret dalam kondisi remang hanya dengan tangan. Dalam pengujian lap, optik yang dimiliki harus diakui lebih lemah, ketajaman gambar tergolong kelas rata-rata dan sudut-sudutnya gelap. Namun sistem otomatisnya tergolong akurat.
Tokina dan Sigma tampil gemilang meski menggunakan bodi kamera yang berbeda.
Dengan mengganti bodi kamera pengujian dari Nikon D7000 ke D7100 yang memiliki resolusi besar, ternyata tidak menjadi kendala dalam pengujian lensa ini. Tokina 12-28mm berada di puncak teratas dan menjadi skor yang tergolong tinggi. Jika melihat kualitas lensanya, Tokina harus diakui mampu menyamai lensa Nikon 12-24mm saja. Dalam sudut terlebarnya, distorsi yang muncul sudah menjadi hal yang biasa dalam lensa ini. Namun kadang saat digunakan untuk zooming, distorsi tidak nampak lagi. Efek vignet muncul dalam diafragma f4, namun bisa diatasi dengan menurunkan exposure. Ketajaman di sudut-sudut gambar yang dihasilkan lensa Tokina bisa dihasilkan dalam posisi zoom.
Bagi yang hanya sesekali menggunakan lensa sudut lebar, mungkin beresedia merogoh kocek sekitar Rp 8,5 juta untuk lensa ini. Selain itu, bagi fotografer yang dananya terbatas, masih ada pilihan lain, yaitu Sigma 10-20mm yang harganya sekitar Rp 6,5 juta. Lensa ini sedikit lebih lebar dibanding Tokina, namun jarak fokalnya tidak terlalu jauh. Kebalikanya, tip dari kami Anda bisa menggunakan diafragma f5,6 dan f4,0 disudut tele foto. Untuk pemotretan di siang hari, lensa ini tidak mengalami kendala, namun dalam kondisi remang, maka performanya berkurang.
Lensa Sigma yang satu ini mengalahkan lensa lain yang ada dalam pengujian baik dilapangan maupun di laboratorium. Foto yang dihasilkan memiliki resolusi dan skor yang bagus. Walau ketajamannya di sudut-sudutnya kurang dan terlihat jelas ciri khas lensa kelas ini dibandingkan dengan optik sudut lebar yang disediakan oleh sigma 10-20mm f3,5 dalam pengujian kamera kami dengan Sony Alpha 77, namun secara keseluruhan memiliki performa yang seimbang. Yang pantas digarisbawahi adalah motor ultarsonic terintegrasinya dan intensitas cahaya maksimumnya adalah f3,5. Sementara kelemahanya adalah distorsi yang cukup kuat dan nuansa ungu dipinggir gambar yang kentara.
Dengan memiliki jangkauan zoom terlebar dalam pengujian kali ini, lensa Tamron 10-24mm sangat menyenangkan untuk digunakan, harganya juga sedikit lebih murah dibanding lensa pemenang dalam pengujian kali ini. Namun, lensa ini tidak memiliki feature motor ultrasonic. Selain itu, intensitas cahayanya di sudut lebar memiliki bukaan lensa f4,5. Namun dalam praktiknya, kelemahan ini bukan suatu halangan selama Anda memotret di siang hari atau kondisi cahaya yang mencukupi. Dalam kondisi minim cahaya, lensa ini juga cukup bisa diandalkan.
Lensa-lensa tersebut memang ideal digunakan untuk tujuan pemotretan alam dan perkotaan, karena memiliki sudut lensa yang lebar dengan jarak zoom standar. Semakin lebar dan pendek jarak fokalnya, maka fotografer bisa memasukkan lebih banyak objek ke dalam bidiknya. Sementara, lensa ultra-wide dirasa kurang cocok karena tidak menjangkau fokal 50 milimiter atau lebih.
Jadi, jika Anda suka melakukan zooming saat memotret pemandangan, jangan memilih lensa ultra-wide. Fotografer alam naturalisasi lebih cocok menggunakan lensa ini.
Lensa Full-Frame Paling Pas
Hampir semua lensa yang diuji disini dipasangkan dengan kamera APS-C. Karena itu, jarak fokalnya juga memiliki crop factor. Karena itu kami merekomendasikan untuk menggunakan lensa full frame. Sebagai perbandingan, lensa 14-24 milimiter yang dipasangkan dengan kamera Nikon D800 akan serupa 21-32 milimiter dalam Nikon D7100.
Ultera Wide Angle Untuk Canon
Lensa Canon ini menjadi satu-satunya dalam pengujian yang memiliki sistem stabilisasi.
Sigma EX 3,5/10-20mm HSM (Sekitar Rp 8,5 juta)
Lensa pertama yang kami uji adalah sigma 10-20mm dengan diafragma tetap f3,5. Lensa ini didesain untuk kamera dengan sensor APS-C agar menghasilkan gambar yang memiliki resolusi bagus dan fokus otomatis yang cepat. Motor ultrasonic (HSM) memastikan bahwa fokus bisa didapatkan secara cepat dan senyap. Diafragma tetapnya f3,5 tidak seerang lensa Tokina f2,8, namun untuk kebutuhan umum lensa ini dirasa cukup. Siapa saja yang membutuhkan diafragma maksimum, maka tokina 11-16mm menjadi alternatif yang bagus. Sedikit kekurangan, lensa Sigma ini memiliki distoris di sudut terlebarnya yang terlihat lebih kentara dibanding lensa lain.
Canon EF-S 10-18mm 1:4,5-5,6 IS STM (Sekitar Rp 4,5 juta)
Dengan harga sekitar Rp 4,5 juta, sejauh ini lensa ultera wide angle untuk kamera Canon APS-C menjadi yang termurah. Lensa ini cocok untuk semua fotografer amatir yang ingin bereksperimen dengan fotografi sudut lebar pertama kalinya. Yang mengagumkan adalah sistem stabilisasi gambar internalnya, feature yang mengungguli semua lawan-lawannya dalam pengujian ini. Walau kecerahanya kurang, namun dengan adanya sistem stabilisasi gambar ini akan lebih memudahkan, terutama saat memotret dalam kondisi remang hanya dengan tangan. Dalam pengujian lap, optik yang dimiliki harus diakui lebih lemah, ketajaman gambar tergolong kelas rata-rata dan sudut-sudutnya gelap. Namun sistem otomatisnya tergolong akurat.
Ultra-Wide Angle Untuk Nikon
Tokina dan Sigma tampil gemilang meski menggunakan bodi kamera yang berbeda.
Tokina AT-X 4/12-28mm Pro DX (Sekitar Rp 8,5 juta)
Dengan mengganti bodi kamera pengujian dari Nikon D7000 ke D7100 yang memiliki resolusi besar, ternyata tidak menjadi kendala dalam pengujian lensa ini. Tokina 12-28mm berada di puncak teratas dan menjadi skor yang tergolong tinggi. Jika melihat kualitas lensanya, Tokina harus diakui mampu menyamai lensa Nikon 12-24mm saja. Dalam sudut terlebarnya, distorsi yang muncul sudah menjadi hal yang biasa dalam lensa ini. Namun kadang saat digunakan untuk zooming, distorsi tidak nampak lagi. Efek vignet muncul dalam diafragma f4, namun bisa diatasi dengan menurunkan exposure. Ketajaman di sudut-sudut gambar yang dihasilkan lensa Tokina bisa dihasilkan dalam posisi zoom.
Sigma 4,0-5,6/10-20mm EX DC HSM (Sekitar Rp 6,5 juta)
Bagi yang hanya sesekali menggunakan lensa sudut lebar, mungkin beresedia merogoh kocek sekitar Rp 8,5 juta untuk lensa ini. Selain itu, bagi fotografer yang dananya terbatas, masih ada pilihan lain, yaitu Sigma 10-20mm yang harganya sekitar Rp 6,5 juta. Lensa ini sedikit lebih lebar dibanding Tokina, namun jarak fokalnya tidak terlalu jauh. Kebalikanya, tip dari kami Anda bisa menggunakan diafragma f5,6 dan f4,0 disudut tele foto. Untuk pemotretan di siang hari, lensa ini tidak mengalami kendala, namun dalam kondisi remang, maka performanya berkurang.
Ultra-Wide Angle Untuk Sony
Sigma EX 3,5/10-20mm (Sekitar Rp 8,8 juta)
Lensa Sigma yang satu ini mengalahkan lensa lain yang ada dalam pengujian baik dilapangan maupun di laboratorium. Foto yang dihasilkan memiliki resolusi dan skor yang bagus. Walau ketajamannya di sudut-sudutnya kurang dan terlihat jelas ciri khas lensa kelas ini dibandingkan dengan optik sudut lebar yang disediakan oleh sigma 10-20mm f3,5 dalam pengujian kamera kami dengan Sony Alpha 77, namun secara keseluruhan memiliki performa yang seimbang. Yang pantas digarisbawahi adalah motor ultarsonic terintegrasinya dan intensitas cahaya maksimumnya adalah f3,5. Sementara kelemahanya adalah distorsi yang cukup kuat dan nuansa ungu dipinggir gambar yang kentara.
Tamron AF 3,5-4,5/10-24mm SP Di II LD (Sekitar Rp 6,7 juta)
Dengan memiliki jangkauan zoom terlebar dalam pengujian kali ini, lensa Tamron 10-24mm sangat menyenangkan untuk digunakan, harganya juga sedikit lebih murah dibanding lensa pemenang dalam pengujian kali ini. Namun, lensa ini tidak memiliki feature motor ultrasonic. Selain itu, intensitas cahayanya di sudut lebar memiliki bukaan lensa f4,5. Namun dalam praktiknya, kelemahan ini bukan suatu halangan selama Anda memotret di siang hari atau kondisi cahaya yang mencukupi. Dalam kondisi minim cahaya, lensa ini juga cukup bisa diandalkan.